CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Jumat, 20 Maret 2009

10 TAHUN REFOFMASI

10 tahun pascareformasi, Indonesia tidak banyak mengalami perubahan, baik di segi politik maupun ekonomi. Ini terbukti dengan belum adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang berpihak kepada rakyat.
Menurut Fauzan Adhima (salah seorang siswa kelas x11 IA 2), Mengatakan bahwa agenda reformasi yang digembar-gemborkan tidak ada satu pun yang terwujud. ”Keadaan Indonesia tidak bertambah baik. Bahkan pemerintah gagal menstabilkan harga bahan pokok, harga kedelai tetap berada di atas daya beli masyarakat. Harga terigu serta beras juga merambat naik,” selama ini pun tidak berpengaruh terhadap tingginya tingkat kemiskinan, pengangguran, dan pemberantasan korupsi. ”Pada tahun 2007, kemiskinan di daerah Jakarta Utara saja mengalami kenaikan 77 persen dibanding tahun 2005,” ketidakberhasilan reformasi di bidang ekonomi ini disebabkan pengadopsian kebijakan yang salah oleh Pemerintah Indonesia.
”Pemerintah meneruskan sistem neoliberalisme dan neokapitalisme dengan mengadopsi kebijakan ekonomi berdasarkan Konsensus Wahington (Washington Consensus),” Konsensus ini merupakan sistem liberalisasi perdagangan, liberalisasi investasi langsung, dan deregulasi (pengubahan peraturan yang menghalangi persaingan bebas). saya menilai ketidaksiapan Indonesia menghadapi kebebasan tersebut mengakibatkan kerugian bagi rakyat Indonesia.
Dari segi politik, saya berpendapat, kesalahan pemerintah terletak pada belum berubahnya sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia. ”Saat ini masih berlaku demokrasi kapitalisme yang dulu berlaku pada rezim Soeharto,”
Demokrasi kapital merupakan demokrasi yang tunduk kepada modal atau mereka yang memiliki uang. Selama keadaan ini berlangsung, maka demokrasi nilai yang seharusnya bersuara pada aspirasi rakyat tidak akan tercapai.
karena itu, solusi terbaik adalah menempatkan rakyat sebagai pengambil keputusan pemerintah. Ini dapat dilakukan dengan memilih pemimpin yang benar-benar berasal dari rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan pun merupakan kebijakan yang pro kepada rakyat.
”Kita membutuhkan pemimpin yang mengedepankan kepentingan publik, seperti mampu menstabilkan harga kebutuhan pokok, bukan sibuk mengonversi kebutuhan energi minyak ke gas,”

0 komentar: